Rabu, 09 April 2014

Manajemen Ritel

Pengertian Manajemen Ritel (Eceran)

      Usaha ritel atau eceran adalah semua kegiatan yang terlibat dalam penjualan atau pembelian barang, jasa ataupun keduanya secara sedikit-sedikit atau satu-satu langsung kepada konsumen akhir untuk keperluan konsumsi pribadi, keluarga ataupun rumah tangga dan bukan untuk keperluan bisnis (dijual kembali). Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan usaha ritel, yaitu :

  • Lokasi usaha
  • Harga yang tepat
  • Suasana toko
Contoh Manajemen Ritel

    Usaha ritel/eceran tidak hanya terbatas dalam penjualan barang, seperti sabun, minuman ataupun deterjen, tetapi juga layanan jasa seperti jasa potong rambut, ataupun penyewaan mobil. Usaha ritel/eceran pun tidak selalu dilakukan ditoko, tapi juga bisa dilakukan melalui telepon atau internet, disebut juga dengan eceran/ritel non-toko.

Kelebihan dan Kekurangan Manajemen Ritel

     Dalam membuat usaha, apapun yang akan direncanakan pasti ada suatu kelebihan dan kekurangan dalam usaha tersebut. Adapun kelebihan dan kekurangan dalam membuat usaha ritel/eceran, adalah :

  1. Kelebihan usaha ritel
·         Modal yang diperlukan cukup kecil, namun keuntungan yang diperoleh cukup besar
·         Umumnya lokasi usaha ritel strategis, mereka mendekatkan tempat usahanya dengan tempat berkumpul konsumen, seperti dekat pemukiman penduduk, terminal bus, atau kantor-kantor
·         Hubungan antar peritel dengan pelanggan cukup dekat, karena adanyah komunikasi dua arah antara pelanggan dengan peritel

  1. Kekurangan usaha ritel
·       Keahlian dalam mengelola toko ritel berskala kecil kurang diperhatikan oleh peritel
·      Administrasi (pembukuan) kurang atau bahkan tidak diperhatikan oleh peritel, sehingga terkadang uang/modalnya habis tidak terlacak
·     Promosi usaha tidak dapat dilakukan dengan maksimal, sehingga usaha ritel yang diketahui oleh calon pembeli/pelanggan

http://annisampuuy.blogspot.com/2012/10/perencanaan-dalam-membuka-usaha-ritel.html

Minggu, 26 Januari 2014

Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat


a.       Pengertian monopoli

Secara etimologi, kata “monopoli” berasal dari kata Yunani ‘Monos’ yang berarti sendiri dan ‘Polein’ yang berarti penjual. Dari akar kata tersebut secara sederhana orang lantas memberi pengertian monoopli sebagai suatu kondisi dimana hanya ada satu penjual yang menawarkan (supply) suatu barang atau jasa tertentu. (Arie Siswanto:2002)

Disamping istilah monopoli di USA sering digunakan kata “antitrust” untuk pengertian yang sepadan dengan istilah “anti monopoli” atau istilah “dominasi” yang dipakai masyarakat Eropa yang artinya juga sepadan dengan arti istlah “monopoli” Disamping itu terdapat istilah yang artinya hampir sama yaitu “kekuatan pasar”. Dalam praktek keempat kata tersebut, yaitu istilah “monopoli”, “antitrust”, “kekuatan pasar” dan istilah “dominasi” saling dipertukarkan pemakaiannya. Keempat istilah tersebut dipergunakan untuk menunjukkan suatu keadaan dimana seseorang menguasai pasar ,dimana dipasar tersebut tidak tersedia lagi produk subtitusi yang potensial, dan terdapatnya kemampuan pelaku pasar tersebut untuk menerapkan harga produk tersebut yang lebih tinggi, tanpa mengikuti hukum persaingan pasar atau hukum tentang permintaan dan penawaran pasar.


b.      Pengertian usaha tidak sehat

Yang dimaksud oleh persaingan usaha tidak sehat adalah suatu persaingan antara pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang atau jasa yang dilakukan dengan cara cara yang tidak jujur atau dengan cara melawan hukum atau menghambat persaingan usaha.

c.       Kegiatan usaha yang dilarang
Setelah mengetahui perjanjian yang dilarang dalam rangka persaingan usaha, maka pemerintah juga melarang kegiatan-kegiatan yang menyebabkan persaingan usaha menjadi tidak sehat. 
Persaingan usaha yang tidak sehat tersebut antara lain :
1. Monopoli
Pelaku usaha dilarang melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. Pelaku usaha patut diduga atau dianggap melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa apabila:
Ø  barang dan atau jasa yang bersangkutan belum ada substitusinya; atau
Ø  mengakibatkan pelaku usaha lain tidak dapat masuk ke dalam persaingan usaha barang dan atau jasa yang sama; atau
Ø  satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% (lima puluh persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
2. Monopsoni
 Pelaku usaha dilarang menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal atas barang dan atau jasa dalam pasar bersangkutan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. Pelaku usaha patut diduga atau dianggap menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal apabila satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% (lima puluh persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
3. Penguasaan Pasar
Pelaku usaha dilarang melakukan satu atau beberapa kegiatan,baik sendiri maupun bersama pelaku usaha lain,yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat berupa :
Ø  menolak dan atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan; atau
Ø  menghalangi konsumen atau pelanggan pelaku usaha pesaingnya untuk tidak melakukan hubungan usaha dengan pelaku usaha pesaingnya itu; atau
Ø   membatasi peredaran dan atau penjualan barang dan atau jasa pada pasar bersangkutan; atau
Ø  melakukan praktek diskriminasi terhadap pelaku usaha tertentu.

 4. Persekongkolan
 Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mengatur dan atau menentukan pemenang tender sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.
 Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mendapatkan informasi kegiatan usaha pesaingnya yang diklasifikasikan sebagai rahasia perusahaan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.
d.      Perjanjian usaha yang dilarang
Untuk menjamin persaingan usaha yang sehat, pemerintah melalui UU No.5/99 melarang perjanjian dan kegiatan yang pada akhirnya menyebabkan persaingan pasar tidak sehat. Perjanjian yang dilarang tersebut antara lain :
1. Oligopoli
2. Penetapan Harga
3. Pembagian Wilayah
4. Pemboikotan
5. Kartel
6. Trust
7. Oligopsoni
8. Integrasi Vertikal
9. Perjanjian Tertutup 

10. Perjanjian dengan Pihak Luar Negeri

Perlindungan Konsumen


a.    Pengertian Konsumen

Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan

Konsumsi, dari bahasa Belanda consumptie, ialah suatu kegiatan yang bertujuan mengurangi atau menghabiskan daya guna suatu benda, baik berupa barang maupun jasa, untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan secara langsung. Pada masa sekarang ini bukan suatu rahasia lagi bahwa sebenarnya konsumen adalah raja sebenarnya, oleh karena itu produsen yang memiliki prinsip holistic marketing sudah seharusnya memperhatikan semua yang menjadi hak-hak konsumen

b.    Azas & Tujuan Perlindungan Konsumen

Upaya perlindungan konsumen di tanah air didasarkan pada sejumlah asas dan tujuan yang telah diyakini bias memberikan arahan dalam implementasinya di tingkatan praktis. Dengan adanya asas dan tujuan yang jelas, hukum perlindungan konsumen memiliki dasar pijakan yang benar-benar kuat.

Asas perlindungan konsumen

Berdasarkan UU Perlindungan Konsumen pasal 2, ada lima asas perlindungan konsumen.

Ø  Asas Manfaat
Maksud asas ini adalah untuk mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingankonsumen dan pelau usaha secara keseluruhan.
Ø  Asas keadilan
Asas ini dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat bias diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknyadan melaksanakan kewajibannya secara adil.
Ø  Asas keseimbangan
Asas ini dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti material maupun spiritual.
Ø  Asas keamanan dan keselamatan konsumen
Asas ini dimaksudkan untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang/jasa yang dikonsumsi atau digunakan.
Ø  Asas kepastian hukum
Asas ini dimaksudkan agar baik pelaku usaha maupun konsumen menaati hokum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta Negara menjamin kepastian hukum.

Tujuan perlindungan konsumen

Dalam UU Perlindungan Konsumen Pasal 3, disebutkan bahwa tujuan perlindungan konsumen adalah sebagai berikut.

Ø  Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri.
Ø  mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa.
Ø  Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, dan menuntut hak- haknya sebagai konsumen.
Ø  Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi.
Ø  Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha.
Ø  Meningkatkan kualitas barang/jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.

c.    Hak dan Kewajiban Konsumen

Hak konsumen adalah :

Ø  Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa
Ø  Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan
Ø  Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa
Ø  Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan
Ø  Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut
Ø  Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen
Ø  Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif
Ø  Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya
Ø  Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya

Kewajiban konsumen adalah :

Ø  membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan
Ø  beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa
Ø  membayar dengan nilai tukar yang disepakati
Ø  mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut

d.    Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha

Hak pelaku usaha adalah :

Ø  hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
Ø  hak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikat tidak baik;
Ø  hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaiakan hukum sengketa konsumen;
Ø  hak untuk rehabilitasi nama baik apbila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
Ø  hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

 Kewajiban pelaku usaha adalah :

Ø  beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
Ø  memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;
Ø  memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
Ø  menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;
Ø  memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;
Ø  memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian  dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
Ø  memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.

e.    Perbuatan yang Dilarang bagi Pelaku Usaha

Ketentuan mengenai perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha diatur dalam Pasal 8 – 17 UU PK. Ketentuan-etentuan ini kemudian dapat dibagi kedalam 3 kelompok, yakni:

Ø  larangan bagi pelaku usaha dalam kegiatan produksi (Pasal 8 )
Ø  larangan bagi pelaku usaha dalam kegiatan pemasaran (Pasal 9 – 16)
Ø  larangan bagi pelaku usaha periklanan (Pasal 17)

f.     Tanggung Jawab Pelaku Usaha

Hukum tentang tanggung jawab produk ini termasuk dalam perbuatan melanggar hukum tetapi diimbuhi dengan tanggung jawab mutlak (strict liability), tanpa melihat apakah ada unsur kesalahan pada pihak pelaku. Dalam kondisi demikian terlihat bahwa adagium caveat emptor (konsumen bertanggung jawab telah ditinggalkan) dan kini berlaku caveat venditor (pelaku usaha bertanggung jawab).

Istilah Product Liability (Tanggung Jawab Produk) baru dikenal sekitar 60 tahun yang lalu dalam dunia perasuransian di Amerika Serikat, sehubungan dengan dimulainya produksi bahan makanan secara besar-besaran. Baik kalangan produsen (Producer and manufacture) maupun penjual (seller, distributor) mengasuransikan barang-barangnya terhadap kemungkinan adanya resiko akibat produk-produk yang cacat atau menimbulkan kerugian tehadap konsumen.

Tanggung jawab produk (product liability), menurut Hursh bahwa product liability is the liability of manufacturer, processor or non-manufacturing seller for injury to the person or property of a buyer third party, caused by product which has been sold. Perkins Coie juga menyatakan Product Liability: The liability of the manufacturer or others in the chain of distribution of a product to a person injured by the use of product


Dengan demikian, yang dimaksud dengan product liability adalah suatu tanggung jawab secara hukum dari orang atau badan yang menghasilkan suatu produk (producer, manufacture) atau dari orang atau badan yang bergerak dalam suatu proses untuk menghasilkan suatu produk (processor, assembler) atau orang atau badan yang menjual atau mendistribusikan produk tersebut.

Hak Kekayaan Intelektual ( HAKI )


a.       Pengertian HAKI

Kemampuan intelektual yang dimaksud dalam HAKI adalah kecerdasan, kemampuan berpikir, berimajinasi, atau hasil dari proses berpikir manusia. Secara garis besar, HAKI mencakup hak cipta, hak paten, hak merek, dan hak-hak kekayaan intelektual lain. Kekayaan intelektual yang dilindungi oleh HAKI meliputi dua hal, yaitu perlindungan hak terhadap benda tidak berwujud seperti hak cipta suatu karya, hak paten, dan hak merk dagang tertentu serta perlindungan hak terhadap benda berwujud seperti informasi, ilmu pengetahuan, teknologi, dan karya seni atau karya sastra.

b.      Prinsip-prinsip HAKI

Prinsip-prinsip Hak Kekayaan Intelektual :

·         Prinsip Keadilan (The Principle of Natural Justice) Berdasarkan prinsip ini, hukum memberikan perlindungan kepada pencipta berupa suatu kekuasaan untuk bertindak dalam rangka kepentingan yang disebut hak.
·         Prinsip Ekonomi (The Economic Argument) Berdasarkan prinsip ini HAKI memiliki manfaat dan nilai ekonomi serta berguna bagi kehidupan manusia.
·         Prinsip Kebudayaan (The Cultural Argument) Berdasarkan prinsip ini, pengakuan atas kreasi karya sastra dari hasil ciptaan manusia diharapkan mampu membangkitkan semangat dan minat untuk mendorong melahirkan ciptaan baru.
·         Prinsip Sosial (The Social Argument) Berdasarkan prinsip ini, sistem HAKI memberikan perlindungan kepada pensipta tidak hanya untuk memenuhi kepentingan individu, persekutuan atau kesatuan itu saja melainkan berdasarkan keseimbangan individu dan masyarakat.

c.       Klasifikasi HAKI

Klasifikasi Hak Kekayaan Intelektual  Berdasarkan WIPO hak atas kekayaan intelaktual dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu hak cipta ( copyright ) , dan hak kekayaan industry (industrial property right) Hak kekayaan industry ( industrial property right ) adalah hak yang mengatur segala sesuatu tentang milik perindustrian, terutama yang mengatur perlindungan hukum. Hak kekayaan industry ( industrial property right ) berdasarkan pasal 1 Konvensi Paris mengenai perlindungan Hak Kekayaan Industri Tahun 1883 yang telah di amandemen pada tanggal 2 Oktober 1979, meliputi :

·         Paten
·         Merek
·         Varietas tanaman
·         Rahasia dagang
·         Desain industry
·         Desain tata letak sirkuit terpadu

d.      Dasar Hukum HAKI

Dasar Hukum Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia.
Pengaturan hukum terdapat hak kekayaan intelektual di Indonesia dapat ditemukan dalam :

1.      Undang – undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.
2.      Undang – undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten.
3.      Undang – undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek.
4.      Undang – undang Nomor 29 Tahun 2000 tentang Varietas Tanaman.
5.      Undang – undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang.
6.      Undang – undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri.

7.      Undang – undang Nomor 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu.

Selasa, 19 November 2013

WAJIB DAFTAR PERUSAHAAN


A.    Dasar Hukum Wajib Daftar Perusahaan
Wajib daftar perusahaan secara sepintas tampaknya adalah hanya masalah teknis administratif. Namun demikian pendaftaran atau daftar perusahaan merupakan hal yang sangat penting.
Pada dasarnya ada 3 pihak yang memperoleh manfaat dari daftar perusahaan tersebut, yaitu:
  • Pemerintah
  • Dunia Usaha
  • Pihak lain yang berkepentingan
Selain itu daftar perusahaan penting sebagai alat pembuktian yang sempurna atau ontentik.
B.     Ketentuan Wajib Daftar Perusahaan
Dalam ketentuan Umum Undang–Undang No.3 tahun 1982 disebutkan bahwa : Daftar Perusahaan adalah Daftar catatan resmi yang diadakan menurut atau berdasarkan ketentuan undang–undang Wajib Daftar Perusahaan atau UU–WDP dan atau peraturan–peratuaran pelaksanannya, dan atau memuat hal–hal yang wajib didaftarkan oleh setiap perusahaan serta disahkan oleh pejabat yang berwenang di Kantor Pendaftaran Perusahaan.
Sebagai tindak lanjut dari pelaksanaan UUWDP pada tahun 1998 diterbitkan Keputusan Menperindag No.12/MPP/Kep/1998 yang kemudian diubah dengan Keputusan Menperindag No.327/MPP/Kep/7/1999 tentang penyelenggaraan Wajib Daftar Perusahaan serta Peraturan Menteri Perdagangan No. 37/M-DAG/PER/9/2007 tentang Penyelenggaraan Wajib Daftar Perusahaan. Keputusan ini dikeluarkan berdasarkan pertimbangan bahwa perlu diadakan penyempurnaan guna kelancaran dan peningkatan kualitas pelayanan pendaftaran perusahaan, pemberian informasi, promosi, kegunaan pendaftaran perusahaan bagi dunia usaha dan masyarakat, meningkatkan peran daftar perusahaan serta menunjuk penyelenggara dan pelaksana WDP.
Jadi dasar penyelenggaraan WDP sebelum dan sewaktu berlakunya UUPT yang lama baik untuk perusahaan yang berbentuk PT, Firma, persekutuan komanditer, Koperasi, perorangan ataupun bentuk perusahaan lainnya diatur dalam UUWDP dan keputusan menteri yang berkompeten.


C.    Tujuan dan Sifat Wajib Daftar Perusahaan
Daftar Perusahaan bertujuan mencatat bahan-bahan keterangan yang dibuat secara benar dari suatu perusahaan dan merupakan sumber informasi resmi untuk semua pihak yang berkepentingan mengenai identitas, data, serta keterangan lainnya tentang perusahaan yang tercantum dalam Daftar Perusahaan dalam rangka menjamin kepastian berusaha ( Pasal 2 ).
Tujuan daftar perusahaan :
  • Mencatat secara benar-benar keterangan suatu perusahaan meliputi identitas, data serta keterangan lain tentang perusahaan.
  • Menyediakan informasi resmi untuk semua pihak yangberkepentingan.
  • Menjamin kepastian berusaha bagi dunia usaha.
  • Menciptakan iklim dunia usaha yang sehat bagi dunia usaha.
  • Terciptanya transparansi dalam kegiatan dunia usaha.
Daftar Perusahaan bersifat terbuka untuk semua pihak. Yang dimaksud dengan sifat terbuka adalah bahwa Daftar Perusahaan itu dapat dipergunakan oleh pihak ketiga sebagai sumber informasi ( Pasal 3 ).
D.    Cara dan Tempat serta Waktu Pendaftaran
Menurut Pasal 9 :
  1. Pendaftaran dilakukan dengan cara mengisi formulir pendaftaran yang ditetapkan oleh Menteri pada kantor tempat pendaftaran perusahaan.
  2. Penyerahan formulir pendaftaran dilakukan pada kantor pendaftaran perusahaan, yaitu :
·         tempat kedudukan kantor perusahaan;
·         di tempat kedudukan setiap kantor cabang, kantor pembantu perusahaan atau kantor anak perusahaan;
·         di tempat kedudukan setiap kantor agen dan perwakilan perusahaan yang mempunyai wewenang untuk mengadakan perjanjian.
·         Dalam hal suatu perusahaan tidak dapat didaftarkan sebagaimana dimaksud dalam ayat b pasal ini, pendaftaran dilakukan pada kantor pendaftaran perusahaan di Ibukota Provinsi tempat kedudukannya. Pendaftaran wajib dilakukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan setelah perusahaan mulai menjalankan usahanya.Sesuatu perusahaan dianggap mulai menjalankan usahanya pada saat menerima izin usaha dari instansi teknis yang berwenang ( Pasal 10 ).

E.     Hal-hal yang Wajib di Daftarkan
Hal-hal yang Wajib Didaftarkan Hal-hal yang wajib didaftarkan itu tergantung pada bentuk perusahaan, seperti ; perseroan terbatas, koperasi, persekutuan atau perseorangan. Perbedaan itu terbawa oleh perbedaan bentuk perusahaan.
Bapak H.M.N. Purwosutjipto, S.H memberi contoh apa saja yang yang wajib didaftarkan bagi suatu perusahaan berbentuk perseroan terbatas sebagai berikut :
a)      Umum
  • nama perseroan
  • merek perusahaan
  • tanggal pendirian perusahaan
  • jangka waktu berdirinya perusahaan
  • kegiatan pokok dan kegiatan lain dari kegiatan usaha perseroan
  • izin-izin usaha yang dimiliki
  • alamat perusahaan pada waktu didirikan dan perubahan selanjutnya
  • alamat setiap kantor cabang, kantor pembantu, agen serta perwakilan perseroan.
b)      Mengenai pengurus dan komisaris
  • nama lengkap dengan alias-aliasnya
  • setiap namanya dahulu apabila berlainan dengan nama sekarang
  • nomor dan tanggal tanda bukti diri
  • alamat tempat tinggal yang tetap
  • alamat dan tempat tinggal yang tetap, apabila tidak bertempat tinggal Indonesia
  • Tempat dan tanggal lahir
  • negara tempat tanggal lahir, bila dilahirkan di luar wilayah negara RI
  • kewarganegaran pada saat pendaftaran
  • setiap kewarganegaraan dahulu apabila berlainan dengan yang sekarang
  • tanda tangan
  • .tanggal mulai menduduki jabatan
c)      Kegiatan Usaha Lain-lain Oleh Setiap Pengurus dan Komisaris
  • modal dasar
  • banyaknya dan nilai nominal masing-masing saham
  • besarnya modal yang ditempatkan
  • besarnya modal yang disetor
  • tanggal dimulainya kegiatan usaha
  • tanggal dan nomor pengesahan badan hukum
  • tanggal pengajuan permintaan pendaftaran

d)     Mengenai Setiap Pemegang Saham
  • nama lengkap dan alias-aliasnya
  • setiap namanya dulu bila berlainan dengan yang sekarang
    • nomor dan tanggal tanda bukti diri
    • alamat tempat tinggal yang tetap
    • alamat dan negara tempat tinggal yang tetap bila tidak bertempat tinggal di Indonesia
      • tempat dan tanggal lahir
      • negara tempat lahir, jika dilahirkan di luar wilayah negara R.I
      • Kewarganegaraan
      • Jumlah saham yang dimiliki
      • Jumlah uang yang disetorkan atas tiap saham.
      • Akta Pendirian Perseroan Pada waktu mendaftarkan, pengurus wajib menyerahkan salinan resmi akta pendirian perseroan.