Berdagang
pada dasarnya merupakan salah satu pekerjaan yang sangat mulia, bahkan Nabi
Shalallaahu alaihi wasalam dan sebagian shahabat beliau adalah para pedagang
profesional. Namun di sisi lain Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam juga
memperingatkan kita semua, bahwa tempat terburuk yang dibenci Allah adalah
pasar.
Tentu bukanlah pasarnya yang salah, namun penghuninya,
penjual dan pembelinya. Berapa banyak pedagang yang sibuk dengan dagangannya
sehingga meninggalkan shalat dan dzikrullah, berapa banyak kecurangan,
penipuan, riba dan berbagai kejahatan terjadi di pasar. Dan tentunya masih
banyak lagi pola dan sistim pasar yang bertabrakan dengan syariat dipraktekkan
di sana, yang penting dapat uang bagaimanapun caranya.
Dalam tulisan ini, akan kami ketengahkan beberapa kiat
menjadi seorang pedagang muslim sejati, yang senantiasa memperhatikan norma dan
hukum dalam berdagang. Semoga bermanfaat, bukan untuk mereka yang menggeluti
dunia dagang saja, namun untuk kaum muslimin semua.
A. Kenalilah
Dunia
Dunia -sebagaimana namanya- adalah sesuatu yang hina dan
kecil dihadapan Allah Subhannahu wa Ta’ala, sebagaimana disabdakan Nabi
Shalallaahu alaihi wasalam,
Artinya, “Dunia ini terlaknat, terlaknat juga apa yang ada di dalam-nya, kecuali dzikrullah dan segala yang mendukungnya, serta orang yang belajar ilmu dan mengajarkannya.” (HR. At Tirmidzi dan berkata, “Hadits Hasan Shahih”).
Artinya, “Dunia ini terlaknat, terlaknat juga apa yang ada di dalam-nya, kecuali dzikrullah dan segala yang mendukungnya, serta orang yang belajar ilmu dan mengajarkannya.” (HR. At Tirmidzi dan berkata, “Hadits Hasan Shahih”).
Dunia, dengan segala isinya, kekayaan alamnya, keindahannya,
hartanya, pencakar langit dan istana-nya, mobil-mobil, barang dagangan, gunung,
laut, bahkan langit dan bumi-nya tidaklah sebanding dengan sayap nyamuk di
hadapan Allah.
Oleh karena itu mencurahkan perhatian secara total dan
sepenuhnya untuk dunia adalah kesalahan yang fatal. Seorang mukmin janganlah
berbangga-bangga dengan dunia yang diperoleh dan jangan berduka tatkala
kehilangannya.
B. Dunia
itu Terbatas
Semua yang kita miliki pasti akan kita tinggalkan, entah
hari ini atau besok. Kalau seseorang telah mengumpulkan harta yang begitu
banyak dengan cara yang haram atau menumpuknya tanpa mau membelanjakan untuk
kebaikan, maka sungguh keru-gian besar atasnya.
Dia capek-capek bekerja, namun ahli waris yang menikmatinya,
mereka bergembira dengan harta itu sedangkan dia menderita dengan siksa, mereka
tak berperang, namun menikmati harta rampasan. Barulah ketika itu timbul rasa
sesal, “Wahai andaikan aku mempersiapkan diri ketika hidup di dunia, andaikan
aku berkerja dengan cara yang halal dan mubah, andaikan dulu sebagian hartaku
ku gunakan untuk menyantuni anak yatim dan fakir miskin, untuk mem-bantu
dakwah, membangun masjid, madrasah, andaikan…dan andaikan ini dan itu. Namun
hari itu dia hanya bisa gigit jari, menyesali segala perbuatan-nya ketika masih
hidup di dunia, ingin rasanya kembali ke dunia tapi … (Demikianlah
keadaan orang- orang kafir itu), hingga apabila datang kematian kepada seorang
dari mereka, dia berkata, “Ya Rabbku kembalikanlah aku (ke dunia), agar aku
berbuat amal yang saleh terhadap yang telah aku tinggalkan. Sekali-kali tidak.
Sesungguh-nya itu adalah perkataan yang diucap-kan saja. Dan di hadapan mereka
ada dinding sampai hari mereka dibang-kitan.” (QS. 23: 99-100)
C. Mumpung
Masih Ada Kesempatan
Bersyukur, itulah yang layak kita lakukan karena Allah masih
memberi-kan kesempatan kepada kita untuk memperbaiki diri. Membuka lembaran
baru yang lebih baik dan terang, memperlurus seluruh langkah kehi-dupan. Dan
yang penting mengapli-kasikan syukur itu dengan melakukan segala yang diridhai
Allah, termasuk menjauhi penghasilan yang haram dan berdagang dengan cara yang
dilarang Allah. Beruntung kita ketika dapat memposisikan diri sebagai orang
yang telah mati lalu kita memohon kepada Allah untuk dikembalikan ke dunia dan
permohonan kita dikabulkan. Maka apakah kita akan mengulangai seluruh dosa yang
kita lakukan ? Apakah tidak selayaknya kita merubah jalan hidup dan perilaku
salah kita? Jangan lagi perdagangan melalaikan kita dari ibadah, dzikir dan
bersyukur kepada Allah, jangan lagi mengkhianati amanat Allah, dan jangan sampai
meninggal-kan tanggung jawab sebagai seorang hamba.
D. Belajar
Dulu Sebelum Berdagang
Seorang yang akan terjun ke dunia dagang maka “wajib ain” atasnya mempelajari fikih
perdagangan dan muamalah. Sebab tidak diragukan lagi, bahwa orang yang tidak
belajar masalah tersebut kemudian terjun ke dunia dagang dan bisnis, maka
sangat mungkin akan terjerumus ke dalam keharaman.
Ali bin Abi Thalib Radhiallaahu anhu berkata, “Seorang
pedagang jika tidak mengetahui hukum, maka akan terjerumus ke dalam riba,
tenggelam dan teng-gelam”
Sedangkan Umar bin Khatthab Radhiallaahu anhu mengatakan, “Siapa yang tidak faham masalah agama janganlah sekali-kali berdagang di pasar kami.”
Sedangkan Umar bin Khatthab Radhiallaahu anhu mengatakan, “Siapa yang tidak faham masalah agama janganlah sekali-kali berdagang di pasar kami.”
Jangan lupa selalu menanyakan kepada para ulama tentang
segala permasalahan dagang yang belum jelas agar jangan sampai kita masuk ke
area yang tidak hahal. Sebab teori dagang senantiasa berkembang dari hari ke
hari, dan para ulama insya Allah akan memberikan wawasan kepada kita tentang
mana yang halal dan mana yang haram.
E. Kiat
Muslim dalam Berdagang
1.
Jujur
Nabi
Shalallaahu alaihi wasalam telah bersabda yang artinya, “Pedagang yang jujur
dan terpercaya bersama para nabi, shiddiqin dan syuhada.” (HR. At-Tirmidzi,
beliau mengatakakan,”Hadits hasan”)
Di
dalam hadits lain juga disebutkan, yang artinya : “Dua orang
yang berjual beli memiliki khiyar (hak pilih) sebelum keduanya berpisah, jika
mereka berdua jujur, maka jual belinya mendapatkan berkah. Dan jika keduanya
menyembunyikan cacat serta bedusta, maka hilanglah keberkahannya.” (Muttafaq ‘alaih)
2.
Toleran dan Mempermudah Urusan
Rasulullah
Shalallaahu alaihi wasalam bersbada,
Artinya, “Semoga Allah merahmati seorang hamb a yang toleran apabila menjual, toleran jika membeli dan toleran dalam tuntutan.” (HR al Bukhari)
Artinya, “Semoga Allah merahmati seorang hamb a yang toleran apabila menjual, toleran jika membeli dan toleran dalam tuntutan.” (HR al Bukhari)
3.
Jangan Menipu
Masyarakat
Islami ditegakkan di atas amanah, sistem yang bersih, nasehat menasehati dan
meninggalkan segala bentuk penipuan dan kecurangan. Menipu dapat melenyapkan
berkah, mendatangkan murka dan siksa Allah Ta’ala serta menjerumuskan ke dalam
api neraka. Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam telah bersabda,
Artinya, “Barang siapa yang menipu, maka bukan termasuk golongan kami.” (HR Muslim). Beliau juga menegaskan di dalam hadits lain yang artinya, “Barang siapa yang menipu, maka bukanlah termasuk golongan kami, makar dan tipudaya adalah di neraka.”
Artinya, “Barang siapa yang menipu, maka bukan termasuk golongan kami.” (HR Muslim). Beliau juga menegaskan di dalam hadits lain yang artinya, “Barang siapa yang menipu, maka bukanlah termasuk golongan kami, makar dan tipudaya adalah di neraka.”
4.
Jangan Curang dalam Takaran dan Timbangan
Sebagaimana
diperingatkan oleh Allah Subhannahu wa Ta’ala dalam firman Nya,
“Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang, ((yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi, dan apa-bila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi”. (QS. 83:1-3)
“Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang, ((yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi, dan apa-bila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi”. (QS. 83:1-3)
Ibnu
Abbas meriwayatkan, “Bahwa tatkala Nabi Shalallaahu alaihi wasalam tiba di
Madinah, ternyata banyak penduduknya yang curang di dalam takaran. Kemudian
Allah menurunkan surat al Muthaffifin, maka akhirnya mereka membaguskan takaran
setelah turun ayat itu.” (HR Ibnu Majah dan Ibnu Hibban, dihasankan al Albani)
5.
Tidak Menimbun Barang
Trik
seperti ini sering dilakukan oleh para pedagang, apalagi pedagang dimasa ini
yang rata-rata tidak tahu hukum dan aturan. Dengan menimbun barang dagangan,
mereka ingin agar harga menjadi tinggi, karena jika permintaan banyak sedangkan
barang yang beredar sedikit, maka harga dapat dimainkan sekehendak penjual.
Ini adalah model perdagangan yang licik, dan Nabi Shalallaahu alaihi wasalam telah bersabda, “Barang siapa yang menimbun barang, maka dia telah berdosa.” (HR. Muslim)
Ini adalah model perdagangan yang licik, dan Nabi Shalallaahu alaihi wasalam telah bersabda, “Barang siapa yang menimbun barang, maka dia telah berdosa.” (HR. Muslim)
6.
Jangan Bersumpah Palsu
Nabi
Shalallaahu alaihi wasalam telah memperingatkan kita dari hal ini melaui
sabdanya, Artinya, “Sumpah yang buruk (dusta) melenyapkan barang perdagangan
dan menghalangi berkah penghasilan.” (Muttafaq ‘alaih)
7.
Jauhi Riba
Sebagaimana
telah diperingatkan oleh Allah melalui firman Nya,
“Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut), jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah bahwa Allah dan Rasulnya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya”. (QS. 2:278-279)
“Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut), jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah bahwa Allah dan Rasulnya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya”. (QS. 2:278-279)
Peringatan
Untuk Kita
- Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bersabda kepada Ka’ab bin ‘Ujrah, artinya, “Wahai Ka’ab bin ‘Ujrah! Sesungguhnya tidak akan masuk surga daging yang tumbuh dari barang yang haram (suht).”
- Ibnu Abbas Radhiallaahu anhum pernah mengatakan, “Mencari penghasilan yang halal lebih berat daripada memindahkan satu gunung ke gunung yang lain.”
- Yunus bin Ubaid berkata, “Aku
tidak mengetahui sesuatu yang paling langka daripada dirham halal yang
diinfakkan.”
Ini dikatakan pada Zaman Yunus bin Ubaid, lalu kita akan berbicara apa pada masa ini? Di zaman tatkala sistim kapitalisme dan ribawi sudah merajalela, pelaku dagang dan bisnis jarang yang tahu fikih dan hukum perdagangan? - Berkata pula Yahya bin Muadz, “Kataatan itu tersimpan di dalam perbendaharaan Allah Subhannahu wa Ta’ala, kunci-kunci-nya adalah doa, sedang gigi-giginya adalah suapan yang halal.”
Wallahu
a’lam bisshawab.
Sumber
: “Risalah ‘Ajilah ilat Taajir al-Muslim” Khalid Abu Shalih.
Saya ingin tahu apakah ada orang di sini yang mencari pemberi pinjaman positif untuk melaksanakan proyek atau kebutuhan finansial Anda? Saya merekomendasikan orang tersebut untuk menghubungi Tn. Pedro Jerome (pedroloanss@gmail.com Whatsapp +393510140339) yang telah membantu banyak pengusaha muda & tua di seluruh dunia untuk mendapatkan bantuan keuangan, jadi saya sangat yakin bahwa Tn. Pedro dapat membantu dengan layanan pinjaman suku bunga 2% kepada siapa pun di sini yang mencari pinjaman.
BalasHapusTerima kasih sekali lagi karena telah mengizinkan saya menulis di blog Anda. Saya yakin saya telah memberi Anda artikel yang benar-benar unik dan relevan sehingga dapat bermanfaat bagi para pembaca Anda.
Jika Anda tidak senang dengan catatan singkat saya, saya dengan hormat meminta maaf sebelumnya.
Salam Hormat Saya,
Anya Bennett.