Menurut An-Nabhani, berdasarkan kajian beliau
terhadap berbagai hukum syirkah dan dalil-dalilnya, terdapat lima macam syirkah
dalam Islam: yaitu: (1) syirkah inan; (2) syirkah abdan; (3) syirkah
mudharabah; (4) syirkah wujuh; dan (5) syirkah mufawadhah. An-Nabhani berpendapat bahwa semua itu
adalah syirkah yang dibenarkan syariah Islam, sepanjang memenuhi
syarat-syaratnya. Pandangan ini sejalan dengan pandangan ulama Hanafiyah dan
Zaidiyah.
Menurut ulama Hanabilah, yang
sah hanya empat macam, yaitu: syirkah inan, abdan, mudharabah, dan wujuh.
Menurut ulama Malikiyah, yang sah hanya tiga macam, yaitu: syirkah inan, abdan,
dan mudharabah. Menurut ulama Syafi’iyah, Zahiriyah, dan Imamiyah, yang sah
hanya syirkah inan dan mudharabah.
A. Syirkah Inan
Syirkah inan adalah syirkah
antara dua pihak atau lebih yang masing-masing memberi konstribusi kerja
(‘amal) dan modal (mal). Syirkah ini hukumnya boleh berdasarkan dalil as-Sunnah
dan Ijma Sahabat. Contoh syirkah inan: A dan B insinyur teknik sipil. A dan B
sepakat menjalankan bisnis properti dengan membangun dan menjualbelikan rumah.
Masing-masing memberikan konstribusi modal sebesar Rp 500 juta dan keduanya
sama-sama bekerja dalam syirkah tersebut.
Dalam syirkah ini,
disyaratkan modalnya harus berupa uang (nuqud); sedangkan barang (‘urudh),
misalnya rumah atau mobil, tidak boleh dijadikan modal syirkah, kecuali jika
barang itu dihitung nilainya (qimah al-‘urudh) pada saat akad.
Keuntungan didasarkan pada
kesepakatan, sedangkan kerugian ditanggung oleh masing-masing mitra usaha
(syarik) berdasarkan porsi modal. Jika, misalnya, masing-masing modalnya 50%,
maka masing-masing menanggung kerugian sebesar 50%. Diriwayatkan oleh Abdur
Razaq dalam kitab Al-Jami’, bahwa Ali bin Abi Thalib ra. pernah berkata,
“Kerugian didasarkan atas besarnya modal, sedangkan keuntungan didasarkan atas
kesepakatan mereka (pihak-pihak yang bersyirkah).
B. Syirkah ‘Abdan
Syirkah ‘abdan adalah syirkah
antara dua pihak atau lebih yang masing-masing hanya memberikan konstribusi
kerja (‘amal), tanpa konstribusi modal (mal). Konstribusi kerja itu dapat
berupa kerja pikiran (seperti pekerjaan arsitek atau penulis) ataupun kerja
fisik (seperti pekerjaan tukang kayu, tukang batu, sopir, pemburu, nelayan, dan
sebagainya). Syirkah ini disebut juga syirkah ‘amal. Contohnya: A dan B.
keduanya adalah nelayan, bersepakat melaut bersama untuk mencari ikan. Mereka
sepakat pula, jika memperoleh ikan dan dijual, hasilnya akan dibagi dengan
ketentuan: A mendapatkan sebesar 60% dan B sebesar 40%.
Dalam syirkah ini tidak
disyaratkan kesamaan profesi atau keahlian, tetapi boleh berbeda profesi. Jadi,
boleh saja syirkah ‘abdan terdiri dari beberapa tukang kayu dan tukang batu.
Namun, disyaratkan bahwa pekerjaan yang dilakukan merupakan pekerjaan halal dan
tidak boleh berupa pekerjaan haram, misalnya, beberapa pemburu sepakat berburu
babi hutan. Keuntungan yang diperoleh dibagi berdasarkan kesepakatan; nisbahnya
boleh sama dan boleh juga tidak sama di antara mitra-mitra usaha (syarik). Syirkah
‘abdan hukumnya boleh berdasarkan dalil as-Sunnah.
Ibnu Mas’ud ra. pernah
berkata, “Aku pernah berserikat dengan Ammar bin Yasir dan Sa’ad bin Abi Waqash
mengenai harta rampasan perang pada Perang Badar. Sa’ad membawa dua orang
tawanan, sementara aku dan Ammar tidak membawa apa pun.” Hal itu diketahui
Rasulullah Saw dan beliau membenarkannya dengan taqrîr beliau. (HR. Abu Dawud
dan al-Atsram).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar