Ada empat prinsip (aksioma) dalam ilmu ikonomi Islam yang
mesti diterapkan dalam bisnis syari’ah, yaitu: Tauhid (Unity/kesatuan),
Keseimbangan atau kesejajaran (Equilibrium), Kehendak Bebas (Free Will), dan
Tanggung Jawab (Responsibility).
Tauhid mengantarkan manusia pada pengakuan akan keesaan
Allah selaku Tuhan semesta alam. Dalam kandungannya meyakini bahwa segala
sesuatu yang ada di alam ini bersumber dan berakhir kepada-Nya. Dialah pemilik
mutlak dan absolut atas semua yang diciptakannya. Oleh sebab itu segala
aktifitas khususnya dalam muamalah dan bisnis manusia hendaklah mengikuti
aturan-aturan yang ada jangan sampai menyalahi batasan-batasan yang telah
diberikan.
Keseimbangan atau kesejajaran (Equilibrium) merupakan konsep
yang menunjukkan adanya keadilan sosial. Kehendak bebas (Free Will) yakni
manusia mempunyai suatu potensi dalam menentukan pilihan-pilihan yang beragam,
karena kebebasan manusia tidak dibatasi. Tetapi dalam kehendak bebas yang
diberikan Allah kepada manusia haruslah sejalan dengan prinsip dasar
diciptakannya manusia yaitu sebagai khalifah di bumi. Sehingga kehendak bebas
itu harus sejalan dengan kemaslahatan kepentingan individu telebih lagi pada
kepentingan umat.
Tanggung Jawab (Responsibility) terkait erat dengan
tanggung jawab manusia atas segala aktifitas yang dilakukan kepada Tuhan dan
juga tanggung jawab kepada manusia sebagai masyarakat. Karena manusia hidup
tidak sendiri dia tidak lepas dari hukum yang dibuat oleh manusia itu sendiri
sebagai komunitas sosial. Tanggung jawab kepada Tuhan tentunya diakhirat, tapi
tanggung jawab kepada manusia didapat didunia berupa hukum-hukum formal maupun
hukum non formal seperti sangsi moral dan lain sebagainya.
Sementara menurut Beekun terdapat 5 aksioma dalam ekonomi
islam. Sebagai yang kelima adalah benovelence atau dalam istilah lebih familiar
dikenal dengan Ihsan. Ihsan adalah kehendak untuk melakukan kebaikan hati dan
meletakkan bisnis pada tujuan berbuat kebaikan. Kelima prinsip tersebut secara
operasional perlu didukung dengan suatu etika bisnis yang akan menjaga
prinsip-prinsip tersebut dapat terwujud.
Perbedaan etika bisnis syariah dengan etika bisnis yang
selama ini dipahami dalam kajian ekonomi terletak pada landasan tauhid dan
orientasi jangka panjang (akhirat). Prinsip ini dipastikan lebih mengikat dan
tegas sanksinya. Etika bisnis syariah memiliki dua cakupan. Pertama, cakupan
internal, yang berarti perusahaan memiliki manajemen internal yang
memperhatikan aspek kesejahteraan karyawan, perlakuan yang manusiawi dan tidak
diskriminatif plus pendidikan. Sedangkan kedua, cakupan eksternal meliputi
aspek trasparansi, akuntabilitas, kejujuran dan tanggung jawab. Demikian pula
kesediaan perusahaan untuk memperhatikan aspek lingkungan dan masyarakat sebagai
stake holder perusahaan.
Abdalla Hanafi dan Hamid Salam, Guru Besar Business
Administration di Mankata State Univeristy menambahkan cakupan berupa nilai
ketulusan, keikhlasan berusaha, persaudaraan dan keadilan. Sifatnya juga
universal dan bisa dipraktekkan siapa saja. Etika bisnis syariah bisa
diwujudkan dalam bentuk ketulusan perusahaan dengan orientasi yang tidak hanya
pada keuntungan perusahaan namun juga bermanfaat bagi masyarakat dalam arti
sebenarnya. Pendekatan win-win solution menjadi prioritas. Semua pihak
diuntungkan sehingga tidak ada praktek “culas” seperti menipu masyarakat atau
petugas pajak dengan laporan keuangan yang rangkap dan lain-lain. Bisnis juga
merupakan wujud memperkuat persaudaraan manusia dan bukan mencari musuh. Jika
dikaitkan dengan pertanyaan di awal tulisan ini, apakah etika bisnis syariah
juga bisa meminimalisir keuntungan atau malah merugikan ?. Jawabnya tergantung
bagaimana kita melihatnya. Bisnis yang dijalankan dengan melanggar
prinsip-prinsip etika dan syariah seperti pemborosan, manipulasi,
ketidakjujuran, monopoli, kolusi dan nepotisme cenderung tidak produktif dan
menimbulkan inefisiensi.
Etika yang diabaikan bisa membuat perusahaan kehilangan
kepercayaan dari masyarakat bahkan mungkin dituntut di muka hukum. Manajemen
yang tidak menerapkan nilai-nilai etika dan hanya berorientasi pada laba
(tujuan) jangka pendek, tidak akan mampu bertahan (survive) dalam jangka
panjang. Jika demikian, pilihan berada di tangan kita. Apakah memilih
keuntungan jangka pendek dengan mengabaikan etika atau memilih keuntungan
jangka panjang dengan komit terhadap prinsip-prinsip etika –dalam hal ini etika
bisnis syariah-.
http://reza-rahmat.blogspot.com/2012/06/ruang-lingkup-bisnis-syariah.html
Saya ingin tahu apakah ada orang di sini yang mencari pemberi pinjaman positif untuk melaksanakan proyek atau kebutuhan finansial Anda? Saya merekomendasikan orang tersebut untuk menghubungi Tn. Pedro Jerome (pedroloanss@gmail.com Whatsapp +393510140339) yang telah membantu banyak pengusaha muda & tua di seluruh dunia untuk mendapatkan bantuan keuangan, jadi saya sangat yakin bahwa Tn. Pedro dapat membantu dengan layanan pinjaman suku bunga 2% kepada siapa pun di sini yang mencari pinjaman.
BalasHapusTerima kasih sekali lagi karena telah mengizinkan saya menulis di blog Anda. Saya yakin saya telah memberi Anda artikel yang benar-benar unik dan relevan sehingga dapat bermanfaat bagi para pembaca Anda.
Jika Anda tidak senang dengan catatan singkat saya, saya dengan hormat meminta maaf sebelumnya.
Salam Hormat Saya,
Anya Bennett.