Menurut prinsip
syariah, kegiatan pemasaran harus dilandasi semangat beribadah
kepada Tuhan Sang Maha Pencipta, berusaha semaksimal mungkin untuk
kesejahteraan bersama, bukan untuk kepentingan golongan apalagi kepentingan sendiri.
Islam agama yang sangat luar biasa. Islam agama yang lengkap, yang berarti
mengurusi semua hal dalam hidup manusia. Islam agama yang mampu menyeimbangkan
dunia dan akhirat; antara hablum minallah (hubungan
dengan Allah) dan hablum minannas (hubungan sesama manusia).
Ajaran Islam lengkap karena Islam agama terakhir sehingga harus mampu
memecahkan berbagai masalah besar manusia.
Islam menghalalkan umatnya berniaga. Bahkan Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam seorang saudagar – sangat terpandang pada zamannya.
Sejak muda beliau dikenal sebagai pedagang jujur. “Sepanjang perjalanan
sejarah, kaum Muslimin merupakan simbol sebuah amanah dan di bidang
perdagangan, mereka berjalan di atas adab islamiah,” ungkap Syekh Abdul Aziz
bin Fathi as-Sayyid Nada dalam Ensiklopedi Adab Islam Menurut Alquran dan
Assunnah.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah
mengajarkan pada umatnya untuk berdagang dengan menjunjung tinggi etika
keislaman. Dalam beraktivitas ekonomi, umat Islam dilarang melakukan tindakan bathil.
Namun harus melakukan kegiatan ekonomi yang dilakukan saling ridho,
sebagaimana firman Allah Ta’ala, yang artinya, “Hai orang-orang
yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamu dengan jalan yang bathil,
kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara
kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha
Penyayang kepadamu.” (QS. An-Nisaa: 29)
Berdasarkan ayat tersebut, Islam sangat mendorong umatnya
untuk menjadi seorang pedagang. Berdagang penting dalam Islam. Begitu
pentingnya, hingga Allah Subhanahu wa ta’ala menunjuk Muhammad sebagai
seorang pedagang sangat sukses sebelum beliau diangkat menjadi nabi. Ini
menunjukkan Allah Subhanahu wa ta’ala mengajarkan dengan kejujuran
yang dilakukan oleh Muhammad bin Abdullah saat beliau menjadi pedagang bahwa
dagangnya tidak merugi, namun malah menjadikan beliau pengusaha sukses. Oleh
karena itu, umat Islam (khususnya pedagang) hendaknya mencontoh beliau saat
beliau berdagang.
Petunjuk Umum
Al-Quran Mengenai Pemasaran dan Penjualan
Dalam Islam, pemasaran adalah disipilin bisnis strategi
yang mengarahkan proses penciptaan, penawaran dan perubahan values dari
satu inisiator kepada stakeholder-nya. Menurut prinsip syariah,
kegiatan pemasaran harus dilandasi semangat beribadah kepada Tuhan
Sang Maha Pencipta, berusaha semaksimal mungkin untuk kesejahteraan bersama,
bukan untuk kepentingan golongan apalagi kepentingan sendiri.
Al-Quran juga mengatur kegiatan kehidupan atau muamalah.
Juga etika perdagangan, penjualan atau pemasaran. Salah satu ayat Al-Quran yang
dipedomani sebagai etika marketing adalah QS. Al-Baqarah.
Surat kedua dalam Al-Quran ini terdiri
atas 286 ayat, 6.221 kata dan 25.500 huruf, dan tergolong surat Madaniyah. Sebagian besar ayat dalam surat ini
diturunkan pada permulaan hijrah, kecuali ayat 281 yang
diturunkan di Mina saat peristiwa Haji Wada’.
Surat ini yang terpanjang dalam Al-Quran. Dinamakan Al-Baqarah yang
artinya sapi betina karena di dalamnya terdapat kisah
penyembelihan sapi betina yang diperintahkan Allah kepada Bani Israil (ayat 67-74). Surat ini juga
dinamakan Fustatul Qur’an (Puncak Al-Quran) karena memuat beberapa
hukum yang tidak disebutkan dalam surat yang lain. Dinamakan juga surat Alif
Lam Mim karena dimulai dengan huruf Arab Alif Lam dan Mim.
Ayat 1-2 Al-Baqarah berarti: “Kitab ini (Al-Quran) tidak ada keraguan
padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa.”
Ayat tersebut sangat relevan untuk dipedomani dalam
pelaksanaan tugas marketing, sebab marketing merupakan bagian
sangat penting dari mesin perusahaan. Dari ayat tersebut dapat kita ketahui
pula, pertama, perusahaan harus dapat menjamin produknya.
Jaminan yang dimaksud mencakup dua aspek – material, yaitu mutu bahan, mutu
pengolahan, dan mutu penyajian; aspek non-material mencakup kehalalan dan
keislaman dalam penyajian.
Kedua, yang dijelaskan Allah adalah manfaat produk. Produk
bermanfaat apabila proses produksinya benar dan baik. Ada pun metode yang dapat
digunakan agar proses produksi benar dan baik, menurut Al-Quran, sesuai
petunjuk dalam QS. Al-An’am: 143, yang artinya, “Beritahukanlah kepadaku
(berdasarkan pengetahuan) jika kamu memang orang-orang yang benar.” Ayat
ini mengajarkan kepada kita, untuk meyakinkan seseorang terhadap kebaikan
haruslah berdasarkan ilmu pengetahuan, data, dan fakta. Jadi, dalam menjelaskan
manfaat produk, nampaknya peranan data dan fakta sangat penting. Bahkan sering
data dan fakta jauh lebih berpengaruh dibanding penjelasan.
Ketiga, penjelasan mengenai sasaran atau customer dari
produk yang dimiliki oleh perusahaan. Makanan yang halal dan baik yang menjadi
darah dan daging manusia akan membuat kita menjadi taat kepada Allah. Sebab
konsumsi yang dapat menghantarkan manusia kepada ketakwaan harus memenuhi tiga
syarat: (1) Materi yang halal, (b) Proses pengolahan yang bersih (thaharah),
dan (3) Penyajian yang islami.
http://majalah.pengusahamuslim.com/pemasaran-dalam-perspektif-islam/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar