Semua aktivitas kehidupan perlu dilakukan berdasarkan
perencanaan yang baik. Islam agama yang memberikan sintesis dan rencana yang
dapat direalisasikan melalui rangsangan dan bimbingan. Perencanaan tidak lain
memanfaatkan “karunia Allah” secara sistematik untuk mencapai tujuan tertentu,
dengan memperhatikan kebutuhan masyarakat dan nilai kehidupan yang
berubah-ubah. Dalam arti lebih luas, perencanaan menyangkut persiapan menyusun
rancangan untuk setiap kegiatan ekonomi. Konsep modern tentang perencanaan,
yang harus dipahami dalam arti terbatas, diakui dalam Islam. Karena perencanaan
seperti itu mencakup pemanfaatan sumber yang disediakan oleh Allah Subhanahu
wa ta’ala dengan sebaik-baiknya untuk kehidupan dan kesenangan manusia.
Meski belum diperoleh bukti adanya sesuatu
pembahasan sistematik tentang masalah tersebut, namun berbagai perintah dalam
Al-Quran dan Sunnah menegaskannya. Dalam Al-Quran tercantum: QS. Al-Jumu‘ah:
10, yang artinya, “Apabila telah ditunaikan sembahyang maka bertebaranlah
kamu di muka bumi, dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak
supaya kamu beruntung.” Berdasarkan ayat ini dapat dijelaskan makna dalam
kata “carilah karunia Allah” yang digunakan di dalamnya dimaksudkan untuk
segala usaha halal yang melibatkan orang untuk memenuhi kebutuhannya.
Di samping itu, pelaksanaan rencana pemasaran
dalam Islam, kita tergantung pada prinsip syarikat (kerjasama) yang telah
diakui secara universal. Hal ini berarti pelaksanaan perencanaan dilaksanakan
melalui partisipasi sektor pemerintah dan swasta atas dasar kemitraan. Yakni
terlaksana melalui prinsip abadi mudharabah, yakni tenaga kerja dan
pemilik modal dapat disatukan sebagai mitra. Dalam arti, dengan mempraktekkan
prinsip mudharabah dan dengan mengkombinasikan berbagai unit produksi,
proyek industri, perdagangan dan pertanian dalam kerangka perencanaan dapat
diterapkan atas dasar prinsip tersebut. Pendapatan yang dihasilkan oleh usaha
seperti itu dapat dibagi secara sebanding setelah dikurangi segala pengeluaran
yang sah.
Dalam sistem perencanaan Islam, kemungkinan
rugi sangat kecil karena merupakan hasil kerjasama antara sektor pemerintahan
dan swasta. Investasi yang sehat akan mendorong kelancaran arus kemajuan
ekonomi menjadi lebih banyak. Dalam kegiatan pemasaran, tentu lebih dahulu
menyusun perencanaan strategis untuk memberi arah terhadap kegiatan perusahaan
yang menyeluruh, yang harus didukung rencana pelaksanaan lebih rinci di
bidang-bidang kegiatan perusahaan. Dalam Islam, bukanlah suatu larangan bila
seorang hamba mempunyai rencana atau keinginan untuk berhasil dalam usahanya.
Namun dengan syarat, rencana itu tidak bertentangan dengan ajaran (syariat)
Islam. Ditandaskan dalam Al-Quran, yang artinya, “Atau apakah manusia akan
mendapat segala yang diciptakannya? Tidak, maka hanya bagi Allah kehidupan
akhirat dan kehidupan dunia.” (QS. An-Najm: 24-25)
Dari kedua ayat tersebut, bila dihubungkan
dengan strategi pemasaran, kegiatan strategi (rencana) pemasaran merupakan
suatu interaksi yang berusaha untuk menciptakan atau mencapai sasaran pemasaran
seperti yang diharapkan untuk mencapai keberhasilan. Dan sudah menjadi sunnatullah
bahwa apa pun yang sudah kita rencanakan, berhasil atau tidaknya, ada pada
ketentuan Tuhan (Allah). Dalam pelaksanaan suatu perencanaan dalam Islam
haruslah bergerak ke arah suatu sintesis yang wajar antara pertumbuhan ekonomi
dan keadilan sosial melalui penetapan kebijaksanaan yang pragmatik, namun
konsisten dengan jiwa Islam yang tidak terlepas dengan tuntunan Al-Quran dan
Hadis, juga sesuai dengan kode etik ekonomi Islam.
Selain itu, dalam kegiatan perdagangan
(muamalah), Islam melarang adanya unsur manipulasi (penipuan), sebagaimana
hadis Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam: ”Jauhkanlah dirimu dari
banyak bersumpah dalam penjualan, karena sesungguhnya ía memanipulasi (iklan
dagang) kemudian menghilangkan keberkahan. ”(HR. Muslim, An-Nasa’i dan lbnu
Majah). Islam menganjurkan umatnya untuk memasarkan atau mempromosikan produk
dan menetapkan harga yang tidak berbohong, alias harus berkata jujur (benar).
Oleh sebab itu, salah satu karakter berdagang yang terpenting dan diridhoi oleh
Allah Subhanahu wa ta’ala adalah kebenaran. Sebagaimana dituangkan dalam
hadis: “Pedagang yang benar dan terpercaya bergabung dengan para nabi,
orang-orang benar (siddiqin), dan para syuhada di surga.” (HR.
Turmudzi).
Pada dasarnya ada tiga unsur etika yang harus
dilaksanakan oleh seorang produsen Muslim. Yakni bersifat jujur, amanat dan
nasihat. Jujur artinya tidak ada unsur penipuan. Misal dalam promosi/harga.
Amanat dan nasihat bahwa seorang produsen dipercaya memberi yang terbaik dalam
produksinya, sehingga membawa kebaikan dalam penggunaannya.
Saat ini semakin banyak masyarakat dunia yang
sadar tentang kegiatan bermuamalah secara Islam. Salah satu buktinya
adalah pesatnya perkembangan minat masyarakat dunia terhadap ekonomi Islam
dalam dua dekade terakhir, Indonesia sebagai negara berpenduduk Muslim terbesar
di dunia juga mengalami hal yang sama. Hal ini dibuktikan dengan semakin
bermunculan berbagai produk syariah (Islam). Saat ini perkembangan yang
menyolok adalah produk yang bersentuhan dengan bidang lembaga keuangan. Namun
pesatnya perkembangan produk ekonomi Islam belum bisa diimbangi oleh pesatnya
perkembangan dari sisi keilmuan yang lebih luas. Jika hal ini terjadi secara
terus-menerus, akan terjadi ketimpangan perkembangan ekonomi Islam ke depan.
Untuk itu pengembangan ekonomi Islam dari sisi keilmuan menjadi hal mutlak,
untuk menjadi penyeimbang pesatnya perkembangan yang terjadi saat ini.
Pemasaran adalah suatu aktivitas yang selalu
dikaitkan dengan perdagangan. Jika meneladani Rasulullah saat melakukan
perdagangan, maka beliau sangat mengedepankan adab dan etika dagang yang luar
biasa. Etika dan adab perdagangan inilah yang dapat disebut sebagai strategi
dalam berdagang. Oleh karena itu, Seykh Sayyid Nada membeberkan sejumlah adab
yang harus dijunjung pedagang Muslim dalam menjalankan aktivitas jual-eli,
berdasarkan hadis-hadis Rasulullah, sebagai berikut:
- Tidak menjual sesuatu yang haram. Umat Islam dilarang menjual sesuatu yang haram seperti minuman keras dan memabukkan, narkotika dan barang-barang yang diharamkan Allah Subhanahu wa ta’ala. “Hasil penjualan barang-barang itu hukumnya haram dan kotor,”
- Tidak melakukan sistem perdagangan terlarang. Contohnya menjual yang tidak dimiliki. Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Jangan kamu menjual sesuatu yang tidak engkau miliki.” (HR Ahmad, Abu Daud, an-Nasa’i). Selain itu Islam juga melarang umatnya menjual buah-buahan yang belum jelas hasilnya serta sistem perdagangan terlarang lainnya.
- Tidak terlalu banyak mengambil untung.
- Tidak membiasakan bersumpah ketika berdagang. Hal ini sesuai dengan hadist Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Janganlah kalian banyak bersumpah ketika berdagang, sebab cara seperti itu melariskan dagangan lalu menghilangkan keberkahannya.” (HR Muslim)
- Tidak berbohong ketika berdagang. Salah satu perbuatan berbohong adalah menjual barang yang cacat namun tidak diberitahukan kepada pembelinya.
- Penjual harus melebihkan timbangan. Seorang pedagang sangat dilarang mengurangi timbangan.
- Pemaaf, mempermudah dan lemah lembut dalam berjual beli.
- Tidak boleh memakan dan memonopoli barang dagangan tertentu. Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Tidaklah seorang menimbun barang melainkan pelaku maksiat.” (HR Muslim).
http://majalah.pengusahamuslim.com/pemasaran-dalam-perspektif-islam/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar